Siapa sich yang ga pingin disayang sama suami? Hayoo, yang merasa silahkan angkat tangan! Gak ada kan? Ya bagus deh. Kalau gitu mungkin ada yang mau ikutan baca satu pasal dari buku favoritku : Caranya Membina Keluarga yang bahagia. Buku ini banyak memuat prinsip-prinsip Alkitab yang bagus untuk diterapkan hingga ke zaman sekarang. Meski harap maklum jika gaya bahasanya kuno, karena diterbitkan tahun 1980. Jadi ya gitu deh. Sejak kecil aku sudah sering baca buku ini, karena memang di gereja kami (kalau di Saksi - Saksi Yehuwa bilangnya di perhimpunan kami) kami sudah pelajari buku ini pasal per pasal seminggu sekali selama kurang lebih 1 tahun. Dan di Saksi - Saksi Yehuwa, anak- anak dijadikan satu dengan orang dewasa meniru pola di zaman Alkitab dimana anak - anak kecil ikut mendengar saat Hukum Musa dibacakan. (Ulangan 31: 12)
Dulu aku sering bilang dalam hati, kalau aku sudah dewasa aku mau ah coba terapkan nasihat - nasihat di buku ini. Sekarang sudah dewasa, hayo... giliran menepati janji di masa kecil. Menurutku ini penting, karena namanya pengantin baru seperti kami pasti memang masih mesra- mesranya. Tapi kan cinta bukan sesuatu yang sekali cinta tetap cinta. Cinta itu bisa dibilang sama seperti tanaman, harus rajin dipupuk dan disiram agar semakin tumbuh. Karena kami mau cinta kami tetap ada untuk selamanya. Ok, selamat membaca kawan - kawan :
PERNAH
seorang wanita mengeluh, ‘Ku tahu suamiku sayang padaku, tetapi belum pernah ia
mengatakannya. Yah, memang kadang-kadang kalau aku mendesaknya, tetapi alangkah
senangnya andaikata itu diucapkan spontan,’
Teman
wanitanya menyahut, ‘Laki-laki semuanya begitu. Saya pun pernah bertanya kepada
suami saya apakah ia cinta padaku. Lalu ia katakan, “Bukankah aku kawin
denganmu? Bukankah aku tinggal bersamamu dan menunjangmu? Masakan ku lakukan
itu jika aku tidak sayang padamu”’
Sesaat
kemudian ia meneruskan: ‘Kau tahu, belum lama ini aku menjadi terharu. Sewaktu
membersihkan ruang belajarnya pada suatu hari ku temukan sebuah foto di sebuah
laci mejanya. Rupanya itu foto yang pernah ku perlihatkan kepadanya dari album
tua dari keluargaku. Fotonya diambil ketika umurku baru tujuh tahun mengenakan
baju renang. Ia telah mengambil foto
itu dari album dan menaruhnya di lacinya.
Si teman wanita itu
tersenyum mengingat kejadian tersebut, kemudian mengatakan: ‘Ku perlihatkan
foto itu kepadanya ketika ia pulang dari pekerjaannya. Ia pun mengambil foto
itu dan mengatakan sambil tersenyum, “Aku sayang sekali kepada gadis cilik
ini.” Lalu ia menaruh foto di meja dan memegang kedua pipiku dan mengatakan:
“Aku juga sayang gadis ini setelah menjadi isteriku.” Kemudian ia menciumku
dengan hangatnya. Mataku berkaca-kaca jadinya.’
Isteri yang mengetahui
bahwa ia sangat disayangi oleh suaminya merasa hangat dan tenteram di hati.
Firman Allah menasihatkan suami untuk mengasihi isterinya seperti tubuhnya
sendiri: “Suami harus mengasihi isterinya seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang
mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang
membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya. . . . keduanya
menjadi satu daging.” (Efesus 5:28, 29, 31)Seperti telah dibahas, isteri harus
benar-benar menyegani suaminya. Tetapi suami pun harus menjaga kelakuannya,
sehingga lebih mudah disegani. Demikian juga sebaliknya bila anda ingin suami
suami mengasihi dan merawati anda: Jagalah tingkah laku anda demikian rupa sehingga
suami mengasihi anda dengan segenap hatinya.
Supaya
isteri dicintai, tidak cukup ia menundukkan diri kepada suami. Kuda atau anjing
yang terlatih baik pun bisa tunduk kepadanya. Di taman Eden terdapat banyak
binatang yang semuanya tunduk kepada Adam. Tetapi ia masih tetap sendirian
karena tidak ada yang sejenis dengan dia. Ia membutuhkan manusia lain sebagai
teman bergaul yang cerdas untuk melengkapi dan membantunya. “Tidak baik, kalau
manusia itu seorang diri saja,” demikian firman Yehuwa. “Aku akan menjadikan
penolong baginya, yang sepadan dengan dia.”—Kejadian 2:18.
Suami
membutuhkan isteri yang bukan saja mencintai dan menghormatinya, tetapi juga
benar-benar membantu dia, mendukung dia dalam keputusan-keputusan yang
diambilnya. Ini tidak sulit asal saja keputusan itu berdasarkan persetujuan
kedua pihak setelah dibahas bersama. Tetapi memang ini tidak mudah bila isteri
tidak diminta pendapatnya atau ternyata kurang setuju. Bila ini terjadi,
masihkah anda setia mendukung suami? Apakah anda akan berusaha keras
mensukseskan keputusan suami, asal saja bukan untuk melakukan kegiatan yang
melanggar hukum atau bertentangan dengan Firman Allah? Ataukah anda dengan
keras kepala enggan membantu, dengan harapan mudah-mudahan suami gagal, supaya
anda bisa mengatakan, ‘Bukankah sudah ku katakan?’ Jika suami melihat anda juga
berusaha keras mensukseskan apa yang hendak dikerjakan, meskipun sebenarnya
anda kurang setuju, dukungan setia anda akan membuat suami lebih mengasihi
anda, bukan?
Yang
terutama harus dijaga: Janganlah coba mengambil alih tanggung-jawab suami
sebagai kepala! Sekalipun anda berhasil, anda pasti tidak akan menyenangi
suami. Suami pun tidak akan menyenangi anda atau dirinya. Mungkin saja ia
kurang mengambil pimpinan sebagaimana mestinya. Mengapa anda tidak menganjurkan
dia? Apakah anda selalu menghargai tiap usahanya untuk memimpin keluarga?
Apakah anda membantu dan memberi dorongan semangat padanya jika ia mengambil
inisiatif? Ataukah anda mengatakan bahwa ia melakukan suatu kesalahan, bahwa
rencananya akan gagal? Kadang-kadang adalah kesalahan isteri jika suami tidak
memimpin keluarga. Misalnya jika isteri meremehkan usul-usul suami atau
menentang apa yang hendak dilakukannya. Atau mempersalahkan suami jika hasilnya
kurang baik dengan mengatakan, ‘Bukankah sudah ku katakan tidak bisa’?
Lama-kelamaan suami menjadi bimbang dan tidak tegas. Sebaliknya, suami makin
mantap dan berhasil karena kesetiaan dan dukungan anda, yang disertai keyakinan
dan kepercayaan kepadanya.
Supaya
isteri benar-benar disayangi oleh suami, ia harus rajin menunaikan kewajiban
rumah tangganya. Alkitab berkata tentang wanita demikian: “Ia lebih berharga
dari pada permata.” (Amsal 31:10) Apakah demikian halnya dengan anda? Apakah
anda ingin menjadi isteri seperti itu?
Sewaktu
membicarakan kesibukan seorang “isteri yang cakap” buku Pengkhotbah berkata:
“Ia bangun kalau masih malam, lalu menyediakan makanan untuk seisi rumahnya.”
(Amsal 31:15) Banyak gadis kawin tanpa persiapan yang lengkap karena belum
pernah diajar ibunya untuk memasak, tetapi ia dapat belajar. Dan wanita yang bijaksana akan belajar supaya dapat
masak yang enak! Memasak merupakan suatu seni! Bila masakan enak, bukan saja
perut dikenyangkan, tetapi hati pun senang.
Banyak hal yang dapat
dipelajari mengenai soal masak-memasak. Ada baiknya mengetahui soal gizi demi
kesehatan keluarga anda. Tetapi belum tentu suami akan memuji anda, jika
makanan yang dihidangkan hanya dengan memikirkan gizi. Menurut Alkitab, Ribka
isteri Ishak pandai memasak. Demikian “enak”nya sehingga menjadi kegemaran
suami. (Kejadian 27:14) Kaum isteri patut belajar dari contoh ini.
Di beberapa daerah kaum
wanita pergi berbelanja tiap pagi untuk membeli keperluan sehari-hari. Di
tempat lain hanya sekali seminggu, kemudian bahan-bahan makanan yang tidak
tahan lama disimpan di lemari es. Bagaimanapun kebiasaan isteri, seorang suami
pasti menghargai jika ia pandai memegang uang dan tidak melampaui anggaran
belanja keluarga. Jika isteri pandai memilih makanan dan pakaian dengan mutu
yang baik dan mengerti harga, tentu ia tak akan membeli sesuatu sebegitu
dilihatnya. Sebaliknya, seperti kata Amsal 31:14: “Ia serupa kapal-kapal
saudagar. Dari jauh ia mendatangkan makanannya.”
Keadaan
di rumah juga mencerminkan bagaimana seorang isteri memperlihatkan kewajiban
rumah tangganya. Amsal 31:27 selanjutnya memperlihatkan bagaimana kesanggupan
seorang isteri yang cakap: “Ia mengawasi segala perbuatan rumah tangganya.
Makanan kemalasan tidak dimakannya.” Ia tidak suka dengan kebiasaan bangun
siang, mengobrol terlalu lama dengan tetangga, dan sebagainya. Meskipun
pekerjaan rumah tangga sewaktu-waktu dapat terbengkalai karena ia jatuh sakit
atau terjadi sesuatu yang tidak terduga, pada umumnya keadaan rumahnya bersih
dan rapih, Suami merasa tenang dan tidak kuatir jika teman-temannya berkunjung
ke rumah. Ia tidak akan merasa malu karena rumahnya dalam keadaan berantakan.
Umumnya
wanita tidak perlu diberitahukan bahwa penting juga untuk merawat diri, tetapi
ada beberapa yang perlu diingatkan akan hal ini. Sungguh sulit untuk mengasihi
seseorang yang penampilannya memperlihatkan bahwa ia kurang memperhatikan
dirinya. Alkitab menganjurkan
supaya wanita “berdandan dengan pantas, dengan sopan dan sederhana.” Tetapi
Alkitab juga menasihatkan untuk jangan terlalu mengutamakan potongan rambut,
perhiasan atau pakaian mewah yang hanya menarik perhatian.—1 Timotius 2:9.
Yang
lebih berharga bukan busananya, melainkan perangai orangnya sendiri. Dan rasul Petrus berpesan kepada kaum isteri Kristen
bahwa “roh yang lemah lembut dan tenteram . . . sangat berharga di mata Allah.”
(1 Petrus 3:3, 4) Dan ketika menyebutkan semua ciri-ciri seorang isteri yang
cakap, Amsal menambahkan bahwa “ia mengulurkan tangannya kepada yang miskin”
dan bahwa “pengajaran yang lemah lembut ada di lidahnya.” Ia tidak mementingkan
diri atau ketus, tetapi gemar memberi dan pemurah. (Amsal 31:20, 26) “Kemolekan
adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi isteri yang takut akan
TUHAN [Yehuwa] dipuji-puji.”—Amsal 31:30.
Sungguh,
wanita seperti itu akan sangat dicintai oleh seorang suami yang berpandangan
sama seperti Pencipta kita. Perasaannya terhadap isterinya akan sama seperti
diungkapkan penulis Amsal: “Banyak wanita telah berbuat baik, tetapi kau
melebihi mereka semua.” (Amsal 31:28, 29) Tanpa
harus didesak, ia akan tergerak untuk menyatakan perasaan demikian kepada
isterinya.
Ketidak-puasan seks
merupakan akar dari banyak masalah dalam perkawinan. Kadang-kadang disebabkan
suami kurang mempedulikan atau mengerti kebutuhan jasmani dan emosi dari
isteri. Kadang-kadang isteri kurang bergairah merasakan apa yang dialami suami
secara fisik dan emosi. Seharusnya sanggama dalam mana suami-isteri sama-sama
ambil bagian dengan penuh kerelaan dan kehangatan merupakan pernyataan intim
dari cinta kasih yang saling mereka rasakan.
Mungkin sikap isteri
dingin karena suami terlalu kasar, tetapi suami pun dapat tersinggung melihat
isterinya acuh tak acuh. Dan bila isteri memperlihatkan kejijikan, mungkin itu
mematahkan keinginannya atau bahkan menyebabkannya tertarik pada wanita lain.
Jika isteri hanya menuruti kemauan suami dengan sikap acuh tak acuh, suami
mungkin akan menganggapnya sebagai bukti bahwa isteri tidak mencintainya lagi.
Kegairahan seks dirangsang oleh emosi, dan jika seorang isteri dingin
sambutannya, mungkin ia perlu memeriksa kembali pandangannya mengenai seks.
Nasihat Alkitab bagi
suami-isteri adalah supaya mereka jangan “menjauhi” satu sama lain. Firman
Allah tidak membenarkan suami atau isteri menggunakan hubungan seks untuk
menghukum teman hidup atau untuk menunjukkan kejengkelan. Misalnya, seorang
isteri melarang suami untuk menjamahnya sampai berminggu-minggu atau bahkan
berbulan-bulan lamanya. “Hendaklah suami memenuhi kewajibannya terhadap
isterinya, demikian pula isteri terhadap suaminya.” (1 Korintus 7:3-5) Ini
tidak berarti isteri harus mau melakukan cara-cara tidak normal yang
dianggapnya menjijikkan secara moral. Dan suami yang mencintai dan menghormati
isteri tidak akan memaksanya berbuat demikian. “Kasih . . . tidak melakukan
yang tidak sopan.” (1 Korintus 13:4, 5) Tidak sepatutnya suami-isteri juga
menanyakan orang lain apakah suatu cara yang mereka lakukan pantas atau tidak
pantas. Di 1 Korintus 6:9-11, Alkitab jelas menyebutkan perbuatan apa saja yang
terlarang bagi umat penyembah Allah Yehuwa: gendak, perzinahan dan homoseks.
(Periksa juga Imamat 18:1-23.) Dewasa ini banyak tokoh-tokoh kemajuan-zaman
yang menganut “moral yang baru,” sebenarnya tidak bermoral. Mereka menyerukan
agar masyarakat diberi kebebasan untuk melakukan perbuatan seks yang tadinya
terlarang. Sebaliknya
ada juga orang-orang kolot yang ingin lebih mempertegas larangan-larangan
tersebut. Alkitab mengajarkan pandangan yang seimbang. Biasanya soal seks
jarang sekali jadi masalah, jika segala segi lain dari hubungan perkawinan
berjalan baik, jika ada kasih, respek, komunikasi yang baik dan saling pengertian.
Untuk
dapat memperoleh kasih sayang seorang suami, tiada sekali-kali isteri boleh
menggunakan seks sebagai alat untuk memperoleh apa yang ia inginkan. Memang,
tidak semua wanita melakukan ini, tetapi ada juga. Dengan cara-cara yang halus
mereka memaksakan kemauan mereka atas suami melalui seks. Apa hasilnya?
Pikirkanlah, mungkin timbul kasih sayang dalam hati anda terhadap seseorang
yang menjual sebuah gaun pesta kepada anda? Tidak mungkin. Demikian pula tak
mungkin timbul kasih sayang di hati seorang suami jika isterinya meminta
sesuatu padanya sebagai imbalan atas seks yang diberikannya. Mungkin saja
wanita itu memperoleh keuntungan materi, tetapi ia mengalami kerugian emosi dan
rohani.
Simson
orang kuat, tetapi ia tak tahan terhadap wanita yang memaksakan kemauan mereka
melalui tangisan atau rengekan. Sekali peristiwa calon isterinya menyerang dia
dengan tangisan. Seperti tercatat di Hakim-Hakim 14:16, 17: “Lalu menangislah
isteri Simson itu sambil memeluk Simson, katanya: ‘Engkau benci saja kepadaku,
dan tidak cinta kepadaku; suatu teka-teki kaukatakan kepada orang-orang
sebangsaku, tetapi jawabnya tidak kauberitahukan kepadaku.’ Sahutnya kepadanya:
‘Sedangkan kepada ayahku dan ibuku tidak kuberitahukan, masakan kepada engkau
akan kuberitahukan?’” Percuma saja Simson meyakinkan dia memakai akal sehat.
Bila emosi sedang bekerja, percuma untuk meyakinkan orang. “Tetapi isterinya
itu menangis di sampingnya selama ketujuh hari mereka mengadakan perjamuan itu.
Pada hari yang ketujuh diberitahukanlah kepadanya, karena ia merengek-rengek
kepadanya, kemudian perempuan itu memberitahukan jawab teka-teki itu kepada
orang-orang sebangsanya.”
Jangan
menganggap suami kurang mencintai anda, hanya karena tidak menuruti kemauan
anda. Calon isteri Simson menuduh bahwa ia kurang mencintainya, tetapi
sebenarnya ia sendiri lah yang kurang mencintai Simson. Ia memaksa terus sampai
Simson tidak tahan lagi. Setelah Simson menerangkan jawaban atas teka-tekinya,
calon isterinya langsung melanggar kepercayaan Simson terhadapnya, bergegas
menyampaikan rasa Simson kepada musuh-musuhnya. Akhirnya ia kawin dengan
seorang pria lain
Kemudian
Simson mulai tertarik kepada wanita lain bernama Delila. Boleh jadi Delila itu
cantik jelita, tetapi dapatkah Simson benar-benar mencintainya? Untuk memancing
keterangan yang dapat digunakannya untuk kepentingan pribadi, Delila tiada
henti-hentinya merengek-rengek. Berkata Alkitab: “Lalu setelah perempuan itu
berhari-hari merengek-rengek kepadanya dan terus mendesak dia, ia tidak dapat
lagi menahan hati, sehingga ia mau mati rasanya.” Betapa menyedihkan kesudahan
ceritanya.—Hakim-Hakim 16:16.
Betapa
bodohnya wanita yang suka menangis dan merengek. Kebiasaan itu dapat
menghancurkan rumah tangga. Dengan cara itu ia justru menjauhkan suami. Alkitab
memperingatkan terhadap kebiasaan demikian, seperti dalam ayat-ayat berikut:
“Siapa membangkit-bangkitkan perkara, menceraikan sahabat yang karib.”
“Pertengkaran seorang isteri adalah seperti tiris yang tidak henti-hentinya
menitik.” “Lebih baik tinggal di padang gurun dari pada tinggal dengan
perempuan yang suka bertengkar dan pemarah.” “Seorang isteri yang suka
bertengkar serupa dengan tiris yang tiada henti-hentinya menitik pada waktu
hujan, siapa menahannya menahan angin, dan tangan kanannya menggenggam minyak.”—Amsal
17:9; 19:13; 21:19; 27:15, 16.
Mengapa
dalam Alkitab hanya isteri yang mendapat nasihat begini? Mungkin karena wanita
biasanya lebih emosionil dan lebih cepat menuruti perasaan mereka, apalagi jika
bingung mengenai sesuatu. Selain itu, mungkin mereka merasa itulah satu-satunya
senjata mereka. Mungkin saja suami sebagai kepala keluarga memaksakan
kehendaknya. Maka isteri merasa perlu untuk melawan dengan menggunakan senjata
emosionil itu. Seharusnya anda jangan melakukan itu, dan suami anda jangan
membuat anda merasa terpaksa untuk bertindak demikian.
Memang,
satu waktu anda kurang sehat dan tanpa sengaja anda mungkin cepat menangis.
Tetapi itu lain dari pada sengaja melampiaskan emosi untuk memaksakan kehendak
sendiri.
Kebanyakan
suami yang benar-benar mencintai isterinya, biasanya lebih suka mendahulukan
apa yang disukai isteri. Berusahalah untuk menyenangkan hati suami, dan
kemungkinan ia juga akan berusaha untuk menyenangkan hati anda.
Para isteri sering
mengeluh, ‘Suamiku tidak pernah bicara.’ Mungkin ini merupakan kesalahan suami,
tetapi seringkali ada juga suami yang sebenarnya ingin bicara dengan isteri,
hanya saja tidak selalu begitu mudah. Mengapa? Yah, tidak semua wanita itu sama.
Tetapi cobalah anda membandingkan diri dengan contoh-contoh berikut:
Contoh
pertama adalah wanita yang paling senang mengobrol dengan tetangga. Tetapi
bagaimana caranya ia bicara? Begitu tetangganya itu berhenti bicara untuk
menarik napas, ia langsung mengambil alih pembicaraan. Ia tidak lupa untuk
mengajukan satu dua pertanyaan. Atau kadang-kadang ia memulai suatu pokok
pembicaraan yang lain sama sekali. Tidak lama kemudian wanita yang lain itu
akan memotong pembicaraannya dan meneruskan ceritanya. Begitulah kira-kira
mereka saling merebut bicara, tetapi tak ada yang tersinggung.
Setelah
itu suami pulang, dan ia ingin menceritakan sesuatu. Begitu memasuki rumah,
suami mengatakan, ‘Kau tahu, apa yang terjadi di kantor tadi pagi . . .’ Tetapi
sebelum ia dapat melanjutkan, isterinya sudah memotong pembicaraan dan
mengatakan: ‘Dari mana noda di bajumu itu? Lihat dulu di mana kamu jalan.
Lantai baru saja saya pel.’ Sesudah itu mungkin suami tidak bernafsu lagi
meneruskan ceritanya.
Atau,
mungkin mereka kedatangan tamu dan suami sedang menceritakan suatu pengalaman.
Tetapi ceritanya kurang lengkap atau ada sebagian yang tidak tepat. Lalu isteri memotong pembicaraan,
mula-mula untuk meralat keterangan yang salah, kemudian untuk menyelesaikan
ceritanya dengan sempurna. Mungkin sesudah itu suami menarik napas panjang dan
mengatakan kepada isteri, ‘Ah, kamu saja yang cerita!’
Contoh
lain adalah wanita yang selalu menganjurkan suaminya untuk bicara. Sebenarnya
ia hampir-hampir tidak dapat menahan rasa ingin tahunya. Tetapi ia pura-pura biasa saja
menanyakan: ‘Ke mana saja kamu?’ ‘Siapa yang datang juga?’ ‘Apa yang terjadi?’
Rupanya yang paling disukainya adalah berita-berita, bukan mengenai hal
sehari-hari, tetapi mengenai soal-soal yang bersifat rahasia. Ia mengumpulkan
berbagai keterangan itu dan dibantu daya khayalnya sendiri ia mencoba mengisi
bagian-bagian yang masih lowong. mungkin sebagian keterangan yang diperolehnya
tidak semestinya diceritakan oleh suami. Hal-hal lain mungkin tidak salah untuk
dibicarakan dengan isteri, tetapi suami menganggap isterinya dapat menyimpan
rahasia. Jika isteri kemudian bercerita di luar, jelas ia telah mengingkari
kepercayaan suami. ”Jangan buka rahasia orang lain,’ demikian bunyi peringatan
dalam Amsal 25:9. Pasti dapat timbul masalah jika isteri melakukan ini.
Dapatkah suami dipersalahkan, jika di kemudian hari ia lebih berhati-hati untuk
bicara?
Lalu
contoh ketiga adalah wanita yang tidak banyak bicara. Ia cukup baik menjalankan
tugas rumah tangga., tetapi jarang sekali ia bicara. Orang yang ingin bicara
dengan dia terpaksa bicara lebih banyak. Mungkin ia bersifat pemalu. Atau
mungkin kurang berpendidikan di masa kecilnya. Entah mengapa demikian, tiap
usaha untuk menariknya dalam suatu percakapan menemui kegagalan.
Itu tak berarti mereka
tidak dapat berubah. Semua orang dapat belajar seni berbicara. Jika di samping
pekerjaan rumah tangga, seorang wanita rajin membaca bacaan yang berguna dan
melakukan kebaikan untuk orang-orang lain, ia akan mempunyai cukup bahan untuk
diceritakan kepada suaminya. Dan untuk berhasil dalam percakapan, rahasianya
adalah “saling mengisi.” Dibutuhkan juga respek secukupnya untuk membiarkan
suami menyelesaikan bicaranya, untuk membiarkan suami menyelesaikan bicaranya,
untuk membiarkan dia mengatakannya dengan caranya sendiri, dan untuk tahu diri
apabila harus menyimpan suatu rahasia. Seperti kata Pengkhotbah 3:7: “Ada waktu
untuk berdiam diri, dan ada waktu untuk berbicara.”
Karena itu, apakah
tidak lebih baik anda berusaha supaya suami senang bicara dengan anda, dari
pada terus mengeluh bahwa ia kurang sering bicara? Cobalah tunjukkan minat pada
apa yang ia lakukan. Dengarkan baik-baik pada waktu ia bicara. Sambutlah
pembicaraan suami dengan menunjukkan cinta kasih yang hangat dan penuh hormat.
Jagalah supaya apa yang anda percakapkan lebih banyak bersifat positip dan
membina. Tak lama lagi anda akan mulai senang bercakap-cakap satu sama lain.
Seringkali
perbuatan lebih besar artinya dari pada ucapan. Terutama bagi suami yang tidak
seiman. Tentang mereka rasul petrus berkata: “mereka juga tanpa perkataan
dimenangkan oleh kelakuan isterinya,jika mereka melihat, bagaimana murni dan
salehnya hidup isteri mereka itu.” (1 Petrus 3:1, 2)
banyak suami yang tidak beriman mengeluh karena isteri terus “mengkhotbahi” mereka
dan mereka benci akan hal itu. Sebaliknya
banyak suami akhirnya menaruh iman setelah melihat bagaimana Firman Allah
merubah isteri mereka. Umumnya orang lebih
terkesan melihat contoh perbuatan dari pada mendengar khotbah.
Bila anda bicara dengan
teman hidup anda yang tidak seiman, “hendaklah kata-katamu senantiasa penuh
kasih,” bersifat pantas, atau seperti kata Alkitab “dimasinkan dengan garam.”
Ada waktunya untuk bicara. “Perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya,
adalah seperti buah apel emas di pinggan perak,” kata Alkitab. Mungkinkah suami
sedang merisaukan sesuatu? Siapa tahu ada yang kurang beres di tempat
pekerjaannya? Alangkah besar penghargaannya jika isteri mengucapkan mengucapkan
sesuatu yang memperlihatkan pengertian. “Perkataan yang menyenangkan . . .
manis bagi hati dan obat bagi tulang-tulang.” (Kolose 4:6, Bode; Amsal 25:11;
16:24) Atau, bergantung keadaan, hanya dengan menyisipkan tangan anda dalam
tangannya, seolah-olah mengatakan: Aku mengerti, aku berada di pihakmu, aku
akan membantu sedapat mungkin.
Sekalipun
suami tidak sepaham dengan kepercayaan anda, menurut Firman Allah ada harus
tetap tunduk kepadanya. Siapa tahu kelakuan anda kelak memenangkan dia,
sehingga ia akan memeluk iman yang sama. Alangkah bahagianya saat itu! Dan bila
saat itu tiba, suami akan menyadari bahwa ada lebih banyak alasan lagi untuk
mencintai anda. Sebab ia dibantu untuk mencapai “hidup yang sebenarnya,”
terdorong oleh pengabdian anda yang teguh membela apa yang benar.—1 Korintus
7:13-16; 1 Timotius 6:19.
Alkitab
menganjurkan semua isteri Kristen, termasuk yang suaminya tidak seiman, untuk
“mengasihi suami dan anak-anaknya, hidup bijaksana dan suci, rajin mengatur
rumah tangganya, baik hati dan taat kepada suaminya, agar Firman Allah jangan
dihujat orang.”—Titus 2:4, 5.
Jika
anda sebagai isteri sungguh-sungguh berusaha melakukan ini, anda akan dicintai
bukan saja oleh suami, tetapi juga oleh Allah Yehuwa.
Sebagaimana
dikutip dari Buku Membina Keluarga Bahagia pasal 5- terbitan The Watchtower
Publication